Senin, 02 Juni 2014

AMIS




ceritanya yang satu ini mau numpang promote di blog ane :p
penulis : "alwan" https://www.facebook.com/all.wan.18?ref=ts&fref=ts


KROOMMPYAAAANGGGG!!!!!...................
Sekali lagi dalam bulan ini, suara dan benturan kotak dari seng tipis ini terlempar dari meja seorang anak, membentur dinding berwarna merah muda pastel yang didominasi oleh stiker bercorak kartun dari nickledeon, Spongebob Squrepants. Entah kenapa, ini sudah yang ketiga kalinya dia melakukan hal yang sama di Juni ini -anak kecil yang kini baru masuk di sekolah dasar di kelas 3 di tahun ajaran baru ini- sudah yang ketiga kalinya, aku yang diam anteng di dalam kotak itupun ikut terlempar jauh ke pojok rumah. Masih terkejut dengan apa yang terjadi, aku diam, melihat sekeliling mencari teman-temanku yang lain, mereka bisa saja terlempar ke tempat yang lebih jauh dari tempatku. Di tempat dimana mata teduh dari wanita cantik itu tidak dapat  melihatnya. Entahhh....
“Ciiii, kenapa lagi?” terdengar teriakan yang cukup keras namun tetap terdengar merdu karena suaranya yang memang lemah lembut itu dari arah dapur. Aku dapat mendengar derap kakinya yang dengan cepat melangkah dari dapur menuju ruangan ini. Benar saja, dari pojokan ini aku dapat melihat dengan jelas  kini wanita cantik dengan bergo abu-abu dengan mata teduh itu sudah berada di pintu kamar, wanita itu menatap dia yang terlihat murung seperti hari-hari biasanya, “ada apa lagi Ci?” tanya wanita itu dengan nada lembut yang seolah ingin tau kenapa anaknya melakukan hal itu lagi, hal yang sudah dilakukan untuk ke tiga kalinya dalam pada minggu ini di setiap pagi. Dia tidak menjawab, aku liat anak itu mulai menunduk, anak pendiam itu langsung menghampiri wanita itu, berdiri di depannya, wanita itu menurunkan tubuhnya perlahan, berjongkok agar posisinya sama rata dengan Cici, wanita itu menatap Cici dengan penuh makna, seolah ingin mengerti apa yang ia rasakan, dan dapat membantunya melewati itu.
.....Diam....
Beberapa saat waktu seperti berhenti, aku dapat melihat dengan jelas wanita itu memeluk Cici, merangkul dan mendekatkan wajah polos Cici ke pundaknya.
“Hari ini aku gak mau sekolah ma!” Cici berbicara, well, aku sudah dapat menebak apa yang akan ia katakan, dan aku rasa wanita itu juga sudah menduganya, yeah, I, no, we guess it..... ini adalah minggu kedua dibulan ini, dan apa yang terjadi di hari itu pada Cici masih misteri bagi mamanya bagaimana Cici melakukan hal itu. Wanita yang sejak aku berada disini, aku tahu dia merawat Cici sendirian. Tapi apa yang terjadi pada Cici saat kejadian itu berlangsung, aku sudah tahu. Karena akulah yang berada disana, yang melakukan itu. Akulah pelakuny, Cici tidak salah sama sekali, Aku.... Akulah itu.
Akulah yang menemaninya setiap hari, ya setidaknya diruangan yang penuh dengan anak-anak berisik dan selalu tertawa dengan keras tanpa tahu kerasnya kehidupan itu, hingga terjadi insiden ini. Insiden yang membuat Cici menjadi seperti sekarang ini-tidak mau pergi ke sekolah dan bermain dengan temannya. Akulah yang menemaninya dikala dia tidak bersama wanita yang dipanggilnya mama itu.
“Kenapa lagi Ci? Bukannya kamu sudah janji untuk masuk sekolah hari ini”, wanita itu meyakinkan Cici akan janji yang dibuatnya kemarin setelah membelikannya sebatang ice cream coklat kesukaanya “kan sudah mama belikan ice cream kemarin”.
“Tapi ma...” Cici menghentikan kalimatnya sejenak, seperti berpikir. “Cici...” dia menghentikannya lagi, aku yang hanya melihat dan mendengarnya dari pojok ruangan merasa penasaran juga kenapa dengan Cici, yahhh.. walaupun alasanya tetap saja bisa aku tebak.
“Kenapa Ci? Masalah itu sudah selesai, kamu gak perlu takut pergi ke sekolah lagi kan?” Wanita itu bertanya dengan menatap mata Cici dalam. “ya?” dia menambahkan.
“Tapi ma.....” Cici kekeuh terhadap kalimatnya untuk tetap tidak bersekolah lagi hari ini
“Kamu harus sekolah!” mamanya langsung memotong kalimat Cici, melakukan penekanan pada kata harus, aku tahu dia mulai merasa harus bersikap tegas pada anaknya, dia tidak bisa memanjakan Cici lebih lama lagi -anak semata wayangnya- terus-menerus, atau Cici akan terus berlarut dalam penyesalannya. Cici harus dapat mengatasi masalah ini secepatnya. Anak kecil ini sudah lebih dari sepuluh hari tidak pergi ke sekolah. Dan kali ini, mamanya sedikit memaksa melalui kata-katanya. “katanya mau jadi anak pinter, jadi harus rajin sekolah ya!”.
“Tapi ma, Niken pasti benci sama Cici”
“Tidak akan Ci, tidak akan” mamanya mencoba menenangkan Cici, agar perasaaannya tetap tenang, karena dia tahu bahwa anaknya sangat menyesali perbuatannya itu.
“Teruss....”. Sambil terisak tangisan Cici melanjutkan kalimatnya “Anak-anak pasti tidak mau berteman dengan Cici lagi?”, Cici menambahkan “Bu Ani juga pasti akan menghukum Cici nanti di kelas”.
“Tidak akan sayang”.  Mamanya menjawab tiga pertanyaan dengan jawaban yang sama. Dan menurutku, itu jawaban paling masuk akal untuk menenangkan hati seorang anak yang dirundung penyesalan.  Aku tahu J , dia memang mama paling bijak sedunia, aku tetap saja terpaku pada mereka, mama Cici masi belum melepaskan pelukan anaknya yang terlihat semakin erat. Entah, aku merasa ini adalah sebuah drama panjang yang mengenyuhkan hati, wait, apa aku punya hati, entahlah, akupun tidak tahu, aku tertawa memikirkan pernyataanku sendiri, haha. “Mereka tidak akan membenci kamu, kamu kan sudah minta maaf sama Niken di rumah sakit waktu itu” mamanya tetap mencoba menenangkan hati anaknya, dari mata Cici, walaupun tidak terlihat jelas, aku bisa merasakan bahwa di pipinya air mata mulai menetes perlahan.
“Tapi ma.....” hiks hiks, tangisnya mulai terdegar agak keras.
“Gapapa sayang” , aku sungguh menyukai wanita yang dipanggil Cici dengan sebutan mama ini, mata teduhnya, senyumannya yang manis, dan caranya berbicara kepada anaknya, tapi aku bisa apa, aku hanya bisa menatapnya dari pojokan sini, “Allah saja maha pemaaf, jadi teman-teman kamu dan Niken pastinya juga akan memaafkan kamu, ya kan?”, mamanya mengucapkan itu dengan keyakinan sambil tersenyum, aku yang melihatnya dari jauh saja bisa jadi setenang ini, aku yakin begitupun Cici.

------2 minggu lalu------
Teng Teng Teng.............
*Bel Berbunyi tanda istirahat dimulai           
Seperti keadaan kelas anak-anak pada umumnya, di jam istirahatpun anak-anak tetap saja ada yang di kelas. Para murid asik dengan aktivitasnya sendiri. Ada yang mengobrol dengan teman sebangkunya, memakan bekalnya ataupun mencoret-coret kertas bagian belakang buku mereka dengan gambar yang menurut mereka bagus padahal terlihat absurd, aku tertawa saja melihatnya. Cici mengangkatku dari kotak seng tipis itu, memegang dan kemudian mendekatkan ujungku pada kertas bukunya, aku mulai merasakan dia menyentuhkan ujung tubuhku ke kertas itu, menggoyang-goyangkanku, aku dapat merasakan apa yang dia lakukan, aku merasa geli atas kelakuannya itu, tubuhku berdesir, tersenyum.
Apa yang dia lakukan dengan tubuhku ini?
Dia menulis dua nama, namanya sendiri dibagian atas dan nama wanita yang dipanggilnya mama, Santi, dibagian bawah namanya dengan dipisahkan sebuah simbol hati yang sudah menjadi simbol cinta di dunia ini. Aku hanya tersenyum saja merasakan itu. “dasar Anak-anak” pikirku.
            “Cici anak haram... Cici anak haram....” tiba-tiba, terdengar suara anak perempuan lainnya dari bangku belakang, tepat di belakang meja Cici, suara yang aku hafal siapa pemiliknya itu, Niken. Anak perempuan yang selalu mengganggu Cici tiap harinya di kelas ini. “Cici anak haram” Niken mengulang kalimatnya itu untuk ketiga kalinya dengan nada mengejek. Aku yang berada di genggaman Cici merasakan bahwa Cici mulai berhenti melakukan aktifitasnya, dia terdiam, aku tegang. Aku rasakan dia menahan tangisya agar tidak bersuara, yahh, seperti inilah dia, hanya diam saat Niken mengejeknya. Tapi aku merasakan sesuatu yang aneh, aku merasa Cici tidak akan diam hari ini. Benar saja, tiba-tiba dia meletakkanku di atas mejanya. Memutar badan dan kepalanya ke belakang dan menghadap Niken langsung.
            “Aku bukan anak haram”, dia mengucapkannya dengan suara parau dan pelan.
            “Apaaa?”, Niken tidak mendengarnya atau hanya pura-pura tidak mendengarnya.
“Aku bukan anak HARAM” Cici mengulang kalimatnya dengan sedikit memberi penekanan agar terdengar meyakinkan, namun kali ini dengan cukup lantang dan keras, sehingga anak-anak di kelas ini, aku yakin mereka mendengarnya.
“Ha, apaa?” Niken tetap saja tidak mendengarnya, sekarang aku yakin satu hal, dia bukan tidak dengar tapi lebih tepatnya, budek, aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku ke kiri dan kanan -andai aku punya kepala yang dapat bergerak tentunya.
Tiba-tiba, dengan sangat cepat dan tanpa aba-aba. Aku melihatnya, tangan niken menarik rambut di kepala Cici, aku terkejut tidak bisa berkata, ingin teriak sekeras-kerasnya “Jangannnn” tapi apa daya, aku tidak bisa apa-apa dan hanya bisa melihatnya saja dari sini, “maafkan aku Ci, aku tidak bisa membantu” lirihku pelan. Niken semakin menjadi, dia menarik kepala Cici dan menekannya ke meja tulis di depannya. Cici melawan, namun dia tidak berdaya melawan badan tambul Niken yang lebih besar darinya. Aku ingin sekali berdiri dan berjalan ke arah Niken dan melakukan hal yang sama dengan apa yang dia lakukan pada Cici saat ini.
            “Jangan Ken, sakit...” teriak Cici meronta-meronta dengan mencoba melepaskan tangan kasar niken dari kepalanya, namun Niken tetap saja melakukannya, dia tersenyum sinis, aku bisa melihat senyum itu, senyum seorang yang menikmati tindakan kekerasannya. “Lepaskan Ken”, Cici yang tidak bisa melawan menggerak-gerakkan tangan kirinya ke meja tulisnya, meraba-raba untuk mengambil sesuatu. “disini Ci, Disini!” teriakku, dugh dugh dugh, aku mendengar tangannya membentur meja “disini!!!” aku berteriak, benar saja dia menyentuh dan kemudian mengenggamku, apa yang terjadi selanjutnya benar-benar diluar dugaanku. Sinngggg, waktu seperti bergerak pelan, semuanya seakan bergerak lambat buatku, Cici mengayunkanku, kemudian,
......SLASHHH....
“aku tidak mengerti apa yang telah terjadi,
tapi aku merasa senang melihat Niken kesakitan”
 aku merasa ujung tubuhku menusuk sesuatu, aku melihat cairan berwarna merah disana, menutupi permukaan bagian bawahku. Aku sempat bergidik sendiri melihatnya, aku tau benda cair apa itu, merah dan amis yang manusia sebut sebagai, darah.
“Uuuaarrrrggg” niken berteriak, tangannya melepaskan kepala Cici dan langsung menutup matanya. “Uaarrgghh.... akhhhh” dia berteriak histeris,”akkkkhhh, sakiitttt....” Erangannya sangat panjang, aku yakin para gurupun akan mendengar teriakannya yang memekakkan telinga itu. Aku tertawa mendengar teriakan Niken yang seperti mendapat sakit luar biasa itu. Cici yang terkejut melihat tindakannya sendiri, spontan menjatuhkanku di atas meja, dia menatap kaku tangan Niken yang menutup wajahnya. Aku tergolek di meja, diam sekaligus senang melihat Niken yang akhirnya mendapat balasan dari apa yang dilakukannya selama ini pada Cici.
 Tiba-tiba aku mendengar beberapa orang masuk kedalam kelas, Benar saja, para guru. Aku melihatnya, bu Ani-wali kelas Cici dan beberapa guru lain.”bedhe apa? Bedhe apa?”, bu Ani langsung langsung bertanya ada anak-anak yang melihat kejadian itu dengan pertanyaan yang tentu saja ngeri untuk dijawab. Beberapa dari mereka mencoba membawa Niken keluar dan bu Ani mencoba menenangkan Cici dengan beberapa kalimatnya. Aku tidak dapat mendengar dengan jelas apa yang dia katakan karena tangan seseorang tiba-tiba menyentuhku dan melap ujung tubuhku yang dihiasi darah dengan kain, kemudian tangan itu menaruhku di kotak seng milik Cici, tiba-tiba bagian atas kotak itu metutup, aku tidak dapat mendengar suara apapun, kecuali suara bising. semuanya menjadi gelap, hitam dan pekat. Aku terdiam (lagi).
-----------
“Jadi hari ini Cici sekolah ya!” wanita bermata teduh itu melanjutkan kalimatnya
“Ma, tapi temenin ya!” pinta Cici, “mama temenin Cici ke sekolah, tunggu aja di luar kelas, ya?” sambungnya. “pokoknya temenin”
Mamanya sejenak menatap anak semata wayangnya itu, jika apa yang aku pikirkan benar, maka jawaban Santi akan sama seperti hari-hari sebelumnya, tapi jawabannya adalah, “Iya Ci”, Santi menjawab sambil menata wajah anaknya dalam. Aku tidak menyangka hari ini Mamanya meng-iyakan, tidak seperti hari-hari sebelumnya, biasanya dia menolak dengan alasan akan pergi bekerja. Tapi hari ini, aku pikir dia sadar bahwa anaknya sangat membutuhkannya lebih daripada pekerjaannya, “nanti mama anter dan jagain Cici sampe pulang sekolah, oke?”, lanjut mamanya. Aku liat Cici tersenyum, akupun tersenyum. J
Perlahan, aku melihat wanita itu menatap ke penjuru ruangan, “yeah, it is our time” pikirku, “aku di sini San” ,aku berteriak. Dia mencari-cari kami, para pengisi kotak seng Cici, dia berdiri dan berjalan ke arah dinding, dia mengangkat dua temanku, “hei, aku disini, disini” teriakku, namun dia seperti tidak mendengarnya dan melanjutkan mengambil kotak seng Cici yang ada di seberang sana. Memasukkan ke dua temanku itu ke dalamnya, dan meletakkan kotak seng itu ke dalam tas Cici.
“hei, aku disini, di pojok sini!!!” teriakku, dia menatap ke sini “iya, disini”. Dia mendekat, benar, dia mendekat, aku senang. “yeah, terimakasih San”. Dia mengangkatku, menggengamnya di tangan halus itu. Namun yang terjadi, dia tetap menggenggamku, tidak memasukkan ke rumah kotak itu. “hei San, apa-apaan ini!”.
“Bentar ya Ci, mama ke dapur dulu”, dia sambil tetap membawaku di tangannya. Berjalan ke dapur menuju arah kulkas, di sebelah kulkas terdapat tong yang berisi setengah penuh, mulai dari plastik, sisa sayur hingga bungkus mie instant yang tersobek tidak karuan, dia mengangkatku keatas, melihatku, “kenapa San? Ada apa?” selidikku penuh tanya. “Jangan lakukan itu, please!”, pintaku. Tapi dia memang tidak dapat mendengar dan mengerti aku, sejurus kemudian benar saja apa yang kutakutkan, dia melemparku ke tong yang berada di sebelah kulkas. Aku terkulai lemas, tak percaya apa yang telah terjadi disini. Dia membuangku ditempat kotor ini bersama para sampah lainnya yang bau.
Amis, aku tahu bau apa itu? Bau terkutuk yang manusia benci
 by : si Marmut yang gak imut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Get Gifs at CodemySpace.com