Sabtu, 16 Mei 2015

Kecantikanmu Membutakanku




Gue rasa pagi ini pagi yang sempurna, cuacanya juga cerah, bener-bener sabtu pagi di weekend yang indah banget. tapi tiba-tiba langkah gue terhenti, terpaku, ketika  gue lihat sesosok cewe cantik berparas anggun, rambutnya yang lurus sepinggang, berponi pendek, dengan kemeja dan syall berwarna putih dan rok se-paha berwarna pink yang semakin ngebuatnya terlihat seksi, juga senyumannya yang sangat memikat hati gue.

“ya tuhann .. bener-bener jelmaan bidadari” gumam gue dalam hati.

Cewe itu cuma menoleh sebentar ke arah gue, tersenyum tipis lalu masuk ke dalam cafe tempat dia bekerja setelah baru saja selsai membuang sampah ke dalam tong sampah yang terletak didepan cafe, tapi anehnya selama gue dateng ke cafe itu gak pernah sekalipun gue lihat dia! Dan inilah pertemuan pertama kami.

Dengan bersemangat gue pun kemudian masuk ke dalam cafe, gue lemparkan pandangan gue kesana kemari tapi sama sekali gak gue temuin sosok bidadari yang baru saja mengacaukan fikiran gue. Lalu gue coba untuk bertanya pada salah satu waiters,

“misi mbak ... cewe yang barusan buang sampah di depan cafe itu kariawan disini juga ya?”

“mungkin yang mas maksud, dinda?”

“emm... gak tau juga sih mbak namanya siapa, yang pasti yang saya lihat dia barusan pake kemeja dan syall warna putih gituh”

“wahh .. bener mas, itu namanya dinda, dia kerja di bagian dapur mas”, *ternyata dia koki, bener-bener sempurna* gumam gue dalam hati

“Uhm.. oke makasih ya mbak”

“sama-sama mas, mungkin mas mau pesan sesuatu?”

“gak usah deh mbak... saya Cuma sebentar aja disini” dan guepun berjalan pergi keluar dari cafe, setelah gue temukan sedikit informasi yang gue cari.

***
Sore itu gue datang lagi ke cafe, gue tunggu sosok bidadari dambaan hati gue sampai tiba saatnya cafe tutup, mungkin aja gue bisa kenalan sama dia #dengan sedikit modus *fikir gue

“mas ... maaf mengganggu, cafenya udah mau tutup” ucap salah satu waiters cafe

“ohh.. oke mbak, ini juga mau pulang kok” dan kemudian gue bayar billnya, lalu beranjak keluar dan menunggu bidadari gue yang ternyata bernama dinda itu, sekitar 10 meter didepan cafe.

Gak lama kemudian dinda keluar dari cafe bersamaan dengan kariawan yang lainnya, tapi sungguh momment yang sangat disayangkan, hampir aja ketika gue menghampirinya, ternyata dia udah menaiki motor bersama dengan teman peremppuannya, yang juga kariawan di cafe itu.

***
Keesokan harinya gue coba lagi buat datang pagi-pagi bener sebelum cafe itu buka, sambil menunggu dinda datang, di depan cafe.
*30 menit kemudian* datanglah salah satu waiters yang disusul oleh teman-teman kariawannya yang lain, gue tunggu dengan sabar, gak kerasa sudah hampir satu jam gue menunggu di sini, tetapi batang hidung dindapun belum juga kelihatan.
Dan ahirnya gue lihat wajah yang sepertinya gak asing, wajah salah satu kariawan cafe, cewe yang semalem pulang bersama dengan dinda, tapi kenapa dia cuma sendirian?? Kemudian gue kucoba menghampirinya dan bertanya

“misi mbak...”

“iya mas? Ada yang bisa saya bantu?”

“mbak ini temennya dinda ya ?”

“iya .. mas kenal sama dinda?”

“emm... kenal sih enggak... cuman mau tanya, kok mbaknya berangkat sendirian? Gak bareng sama dinda?”

“ohh ituh .. kebetulan dindanya lagi gak enak badan mas, katanya sih alerginya kambuh lagi..., coba mas tengokin aja”

*rasanya simpati dan sedih banget ngedenger bidadari pujaan hati gue lagi mendadak sakit*

“uhm.. kalo boleh tau, alamat dinda dimana ya mbak?”

“deket kok ... dari sini lurus aja, sampai ada pertigaan belok kanan, rumah nomor 09, itu rumahnya dinda”

“ok deh .. makasi loh mbak infonya”

“sama-sama... tapi ngomong-ngomong mas ini kenal dinda dimana? Soalnya setahu saya Dinda jarang punya temen cowo, kecuali temen-temen basketnya” tanya kariawan tersebut dengan muka keheranan.
*Dinda suka main basket? Bener-bener cewe cool* fikir gue dalam hati sambil cengar-cengir.

“loh kok malah senyum-senyum sendiri mas ini?” tanya kariawan tersebut

“emm... enggak kok mbak,, saya bukan temennya dinda, cuman pengen lebih kenal aja sama dinda” jawab gue

“haaaah???” dengan muka semakin keheranan sambil melototin gue dari ujung kepala sampai ujung kaki
*sebegitu jeleknya apa gue? Sampe-sampe dipelototin begini? Emang gue gak pantes buat dinda?* fikir gue dengan kesal dan langsung bergegas pergi menuju rumah dinda, sambil gue sempetin dulu beli apel sama jeruk buat jenguk dinda, gue beli di tukang buah gak jauh dari cafe, dan langsung bergegas ke rumah dinda.

Akhirnya sampai juga gue di rumah nomor 09, sempet gugup dan panik sebelum gue mencet bel rumahnya.

“gue cowo ... masa begini aja gak bisa” lalu gue pencet bel rumah dinda sampai tiga kali, karna gak ada yang membukakan pintu.. ahirnya terdengar juga suara kunci pintu sedang berusaha di buka, dan begitu mengejutkan, seketika saat pintu terbuka, disambutlah gue dengan senyuman maskulin seorang lelaki, berbadan tegap, yang sepertinya juga seumuran sama gue, bedanya cuman dia lebih ganteng.

“maaf mas .. cari siapa ya?” ucap laki-laki itu
*waduhh ... jangan-jangan dia suami dinda, matilah gue* gumam gue dalam hati

“emm... anu mas ... dindanya ada?” jawab gue dengan mencoba memberanikan diri

“ohh ada kok ... silahkan masuk dulu” dan gue pun memasuki rumah dinda dengan bersemangat

“silahkan duduk mas ... mau minum apa” tanya laki-laki itu dengan ramah

“eh.. gak usah mas.. udah minum tadi di jalan” jawab gue dengan masih penasaran, siapa sebenernya laki-laki ini? “ohh iya .... mas ini suaminya dinda?” gue coba memuaskan rasa penasaran gue dan kemudian bertanya kepadanya.

“hah ????? suami ????? hahahahahahahahahahahaha hahahahha hahahaha” laki-laki itu terawa dengan begitu keras dan puasnya sampai-sampai membangunkan seseorang yang sepertinya sedari tadi sedang beristirahat dengan pulasnya, wajah yang tidak asing, wajah cantik menawan yang meluluhkan hati gue.

“eh ton... lo kalo ketawa biasa aja dong, gue sampe kebangun nih...” ucapnya kepada laki-laki yang sedang duduk di depan gue yang ternyata bernama anton,

“hahaha ... tamu lo nih, lucu bange din” jawab anton dengan masih sambil tertawa geli.

sekilas gue masih gak menyadari ada kejanggalan yang terjadi, karna perasaan senang yang gue rasain bisa ngelihat bidadari gue berdiri di depan gue dengan wajah mengantuk dengan rambut indahnya yang terurai berantakan, yang membuatnya terlihat begitu seksi.. dan sekejap mata gue terpaku di satu sudut, satu sudut yang tiba-tiba bikin mata gue sama sekali mendadak gak bisa berkedip.

“mata gue udah rabun atau gimana nih?” gue semakin terpaku oleh sesuatu yang baru saja gue lihat pada diri dinda, sesuatu yang sama sekali tidak wajar, sesuatu yang membuat bulu kuduk gue tiba-tiba berdiri dengan cepat, karna ternyata saat ini dinda lagi memakai kaos tangtop dan celana hotpants tanpa syall.. dan yang ngebuat gue tiba-tiba shock mendadak dan hampir aja kena serangan jantung dadakan.
ketika gue lihat leher dinda, ada sesuatu di leher dinda yang bikin gue menganga.... *JAKUN ... dinda punya jakunnnnnnnnnnnnn* fikir gue dengan menahan rasa mual yang tiba-tiba gue rasain, yang kemudian disambut dengan sapaan hangat dinda

“maaf ... kamu siapa?” terdengar jelas suara dinda, suara lembut dan berat, bahkan nenek-nenek buta juga bakalan tahu kalau itu suara laki-laki.
*anjriiiiitttttt ...... * gue maki-maki diri gue sendiri dalam hati,
*ternyata sosok bidadari yang udah mengganggu tidur gue dan mengacaukan fikiran gue dua hari ini adalah jelmaan jin jadi-jadian?* fikir gue ... dan saat ini yang gue rasa gue pengen lakuin adalah Cuma lompat dari atas gedung paling tinggi aja...

“ehh .. sorry nih ganggu... kayaknya gue salah alamat” jawab gue dengan cengar-cengir

“lohh ... tadi katanya lo nyariin si dinda?” jawab laki-laki didepan gue dengan keheranan

“ahh bukan ... tadi gue bilang nina kok bukan dinda” gue coba berbohong untuk menutupi

“ahh masa sih ?? berarti gue yang salah denger dong” jawab laki-laki itu dengan bingung

“haha .. iya kali ... sorry nih udah ganggu, gue pamit dulu ya” dan guepun langsung bergegas keluar dari rumah itu sambil terus-terusan memaki-maki diri gue sendiri, yang sepertinya kudu di bawa ke psikiater. Dan sejak itu gue gak pernah lagi menampakkan muka gue di sekitar cafe itu, karna gue ngerasa kalo hidup gue jadi semakin horror kalo gue liat cafe itu.

Kabut



Kabut berselimut hening datang dan tak ingin pergi
Menutupi pandangan
Mengaburkan penglihatan
Menyepikan pijakan jalanan yang hendak kulalui

Tampak dua kaki kecil dari kejauhan
Melangkah pelan mencoba menghampiri
Dan lagi-lagi kabut mulai menggelapkan pandangannya
Menyesatkan arahnya
Mengacaukan nalurinya

Berlari ku mencari celah
Untuk menemukan cahaya
Menemukan tempat dimana kita dapat saling melemparkan pandangan
Namun kabut semakin pekat
Sepekat perasaan kekesalan yang terus berkecamuk

Ku ingin tahu siapa
Siapa gerangan pemilik sepasang kaki yang tampak kecil dari kejauhan sana
Akankah kami dapat berjalan bersama
Untuk menemukan rerumputan hijau
Yang telah lama mati terbunuh gelap

Ohh kabut ...
Biarkan aku berlari bebas
Hidupkan kembali sang cahaya
Yang telah mati termakan olehmu

Jangan Bangunkan Mimpiku



Kubuka pintu ...
silauan mentari memeluk hangat
membisikkan sajak romantis seraya menggantikan suara merdumu

kunikmati indahnya rayuan sang angin
yang selalu saja membujukku
untuk tidak lagi berdiri dengan bodoh.. disini 
termenung....
menunggu keringnya butiran permata yang mengalir lembut di pipi
dan berhentinya denyut jantung ini berdenting dengan lantunan namamu

entah ... entah kapan dirimu mulai menghilang
meninggalkan bantal kosong disamping persinggahan mimpiku
bahkan sebelum kelopak mata ini lelah untuk terlelap

entah adakah ujung bahagia dari cerita ini
ataukah aku memang harus terus berdiri di pintu ini
menunggu dengan segala harap
dan membuat sang angin lantas pergi
dengan rasa malu
karna telah teracuhkan oleh egoku
dan sesak ini yang ahirnya akan mengalahkanku
membunuh dengan pasti

satu-satunya harap
kuingin kembali terpejam dan tak lagi terjaga
bahkan sebelum aku tahu bahwa kamu tidak lagi terlelap bersamaku
dan jangan pernah mencoba untuk membangunkan mimpi indahku
Get Gifs at CodemySpace.com